Transmadura.com, Sumenep – Sudah satu bulan pejabat dilingkungan Kabupaten Sumenep, Jawa Timur dilantik untuk mengisi kekosongan diberbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) berdasarkan organisasi perangkat daerah (OPD) baru.
Namun, hingga saat ini belum nampak adanya perubahan.
“Perubahan Struktur Organisasi Perangkat Daerah yang baru belum menunjukkan perubahan berarti ke arah yang lebih baik,” kata Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik dari Good Government Wacth (G-Gowa) Madura, AJ Habibullah, Senin, 6 /02/ 2017.
Menurutnya, salah satu faktor utama disebabkan OPD yang baru diisi oleh orang-orang yang sama dan hanya sebagian dilakukan rotasi jabatan. Pemberlakuan OPD berlaku mulai Januari 2017 namun hanya berupa perombakan struktur.
“OPD sekarang hanya berubah nama, tapi yang menjabat sama saja, hanya bertukar posisi,” jelasnya.
Selain itu, kata Habib terdapat beberapa pejabat tinggi pratama yang dilantik meskipun tidak pernah mengikuti diklat kepemimpinan (Diklatpim) II.
Sehingga penempatannya terkesan dipaksakan.
Sesuai peraturan mestinya apabila kepala calon kepala SKPD tidak memenuhi persyaratan, maka kepala SKPD harus dilelang. Dengan begitu, maka sudah jelas pejabat yang dilantik memiliki kinerja lemah.
“Ya jangan dilantik, harus dijabat oleh Plt (pelaksana tugas),” ulasnya.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta pemerintah daerah segera mengevaluasi kembali penempatan struktur OPD yang baru. “Jika tidak, maka Sumenep hanya menunggu waktu kehancuran, dalam agama sudah jelas itu,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sumenep, Hadi Soetarto mengatakan, untuk mengukur keberhasilan kinerja perangkat daerah harus melalui barometer. Sehingga, penilaian keberhasilan di berbagai SKPD bisa diketahui.
Sementara untuk penempatan OPD baru dinilai sudah dilakukan secara profesional. Itu sekaligus menampik adanya tudingan adanya penempatan pejabat yang dinilai asal-asalan.
“Di sumenep memakai sistem Duk Dik (duduk baru didik). Jadi, tidak benar jika penempatan OPD asal-asalan,” katanya.
Dikatakan, sistem tersebut tidak hanya digunakan di Kabupaten Sumenep, melainkan diberbagai daerah luar Sumenep menggunakan sistem Duk Dik.
“Kalau sistem Dik Duk nantinya berpotensi tidak profesional. Karena pejabat yang telah didik (diikutkan Diklatpim) akan banyak berharap untuk menduduki jabatan tertentu,” tegasnya. (Asm/hy)