Tak Berkategori  

Perhutani Klim Lahan Desa Majungan Masuk Kawasan Hutan, Bagaiman Dengan SHM ?

PAMEKASAN, (TransMadura.com) – Terkait permasalahan lahan/tanah yang ada di Dusun Trokem, Desa Majungan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Pihak KPH Madura Timur, mengklim tanah tersebut adalah kawasan hutan negara. Selasa (21/05/2018)

Administratur (ADM) Kepala KPH Perhutani Madura, Kharis Suseno menyampaikan, bahwa kawasan perhutanan milik negara di Dusun Trokem, Majungan dan bebas dari hak milik dalam perkembangannya memang ada penerbitan dari hak milik.

“Pada tahun 1993 samapai tahun 2000 tetapi sampai saat ini tidak ada persetujuan secara resmi ataupun pelepasan tanah Garam dari perhutani atau kementerian kehutanan,” ungkapnya

Dijelaskan, tentang statusnya masih kawasan hutan negara, dan adapun permasalahan yang ada sampai saat ini sudah dilaporkan ke provinsi Jawa timur dan pemerintah pusat.

“Intinya tidak semuanya itu dihendel perhutani Madura, sehingga kami menunggu informasi lebih lanjut kebijakan pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat,” tandasnya.

Namun, hal terpisah Pengelola lahan tanah kawasan hutan milik negara yang digarab Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH) Desa Majungan, Pamekasan, yang dilaporkan kasus penggunaan hak tanpa izin atas lahan tanah dalam Surat Hak Milik (SHM) sertifikat Sayafii ke Polres Pamekasan, Madura Jawa Timur dan penyidik yang sudah menetapkan dua orang tersangka Huda dan Taram.

Namun dengan begitu, petani penggarab sebagai korban yang tidak tau menau tentang lokasi obyek lahan yang dilaporkan. padahal setahu mereka tanah tersebut adalah tanah masuk kawasan hutan negara yang sudah menjadi komitmen dengan perhutani KPH Madura timur.

“Tanah yang digarap masyarakat LMDH adalah memang tanah kawasan hutan, dan penggarap sudah ada kontrak kerjasama bagi hasil dengan perhutani KPH Madura timur,” kata Ketua Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Bagus Junaidi dalam pengakuan salah satu anggota LMDH Penggarab lahan.

Mereka mengaku, anggota pada tahun 2000 sampai tahun 2010, sudah melakukan pembayaran bagi hasil sampai 30 persen dari penghasilan tiap 4 kali panen dalam satu musim, yang dibayarkan kepada petugas perhutani.

“Sekarang lahan tersebut sudah dirubah oleh perhutani lahan hijau,” ungkapnya.

Ia merasa tidak terima dengan apa yang ditetapkan polisi terhadap rekan anggota LMDH yang ditetapkan sebagai tersangaka. Mereka tidak bersalah, sebab lahan tersebut adalah lahan kawasan hutan dan itupun objeknya lain lokasi.

“Kami hanya penggarap/pengelola kawasan hutan, dan sudah ada komitmen bagi hasil, kami masyarakat kecil meminta keadilan kepada pihak pehutani dan tanggungjawab. Seharusnya perhutani turun tangan, jangan kami yang dijadikan korban, laporkan saja pemilik sertifikat itu yang sudah penyerobotan tanah kawasan hutan milik negara ialah perhutani,” tegasnya. (Mam/Asm/Red)

Exit mobile version