SUMENEP, (Transmadura.com) –
Beredarnya sejumlah pemberitaan isu tidak sedap terkait surat permintaan fasilitas akomodasi oleh komisi II DPRD Sumenep kepada Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas dalam rapat kordinasi menuai polemik.
Permintaan itu untuk 12 anggota dewan dan dua orang staf. Bahkan, sekretaris Komisi II juga sudah membenarkan surat tersebut untuk kegiatan rapat kordinasi (rakor).
Bahkan, pengamat hukum menduga bisa masuk kategori gratifikasi. Alasannya, permintaan fasilitas dilakukan oleh anggota dewan yang notabennya masuk salah satu unsur dari penyelenggara negara. Apalagi, permintaan tersebut disampaikan karena jabatannya sebagai legislator di Kabupaten ujung Timur pulau Madura ini.
“Bisa saja langkah permintaan fasilitas itu berpotensi memicu terjadinya dugaan gratifikasi kepada penyelenggara negara,” kata Advokat Syafrawi.
Sebab, sambung dia, jika mengacu kepada UU 31/1999 junto UU nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor) pasal 12 B ayat 1, di mana pemberian berupa fasilitas penginapan, tiket dan barang lainya bisa dimasukkan dalam kategori gratifikasi.
“Apalagi, permintaan fasilitas ini berkaitan dengan jabatannya. Hal itu bisa dilihat dari surat resmi yang dikirim atas nama lembaga negara, DPRD Sumenep,” ujar alumnus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.
Seharusnya, terang dia, apabila memang tidak ada anggarannya tidak perlu untuk melakukan perjalanan dinas ke luar kota. “Apapun alasanya, jabatan anggota dewan itu melekat dihari libur dan hari kerja. Apalagi, pada tubuh DPRD melekat anggaran perdin,” ungkapnya.
Menurut mantan aktifis HMI ini, bisa saja dugaan ke gratifikasi itu menjadi tidak berlaku apabila melaporkan ke KPK. Dan, jika mengacu kepada UU Tipikor, maka paling lambat 30 hari.
Sementara, Ketua Komisi II DPRD Sumenep Moh. Subaidi membantah jika permintaan itu masuk gratifikasi. Menurutnya, rakor yang digelar dengan SKK Migas itu dinilai mendesak, sementara anggaran tidak ada untuk itu. “Dari mana gratifikasi itu, kan kita gak ada anggarannya,. Lagian kan hanya tempat, soal lainnya itu hanya isu belaka,” ungkapnya.
Ketua Badan Kehormatan (BK) K. Sami’oeddin belum bisa memproses adanya permintaan fasilitas oleh anggota DPRD ke SKK Migas. Sebab, sampai saat ini belum menerima laporan atau aduan terkait masalah ini.
“Saya belum menerima surat aduan sampai detik ini,” katanya.
Dengan demikian, sambung politisi PKB, permintaan apapun dari wakil rakyat tentu saja tidak dibenarkan. Sebab, hal itu bisa mimicu terjadi gratifikasi dan juga melanggar kode etik. “Kami akan klarifikasi nanti. Termasuk, juga ke SKK Migas,” ucapnya.
(Asm/Red)