SUMENEP, (Transmadura.com) – Pasca naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional terus mendapat keluhan dan protes dari berbagai kalangan. Bahkan, kaum tani bersuara, praktis kelesuan ekonomi warga dan masyarakat semakin berkepanjangan setelah negeri dilanda bencana Covid-19.
“Naiknya harga BBM yang pasti pendapatan perkapita pun akan dipastikan menurun,” kata Masyarakat tani Sumenep, Demang Nur.
Sebab, menurutnya besaran pendapatan uang yang didapatkan warga negara setiap tahunnya akan sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraannya dengan naiknya harga BBM.
Sehingga, akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan.
“Belum lagi soal tekanan ekonomi global akibat perang Rusia vs Ukraina yang berpengaruh besar bagi negara kawasan,” ungkapnya.
Dengan begitu, pihaknya berpendapat pemerintah harus pandai mengelola dan menyerap anggaran yang dirumuskan dalam draf APBN/ APBD dalam bentuk program yang mendorong dan memicu naiknya daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
“Selain program bansos adalah sebuah ikhtiar menembus batas kelesuan ekonomi global. Sehingga penyerapan anggaran pemerintah harus betul betul tepat terarah dengan kondisi saat ini,” tutupnya.
Sementara, aksi mahasiswa PMII terus menggelorakan penolakan naiknya harga BBM, dengan cara berorasi secara bergantian didepan gedung DPRD dan Pemkab Sumenep. Kamis (8/9/2022).
Para mahasiswa mengklaim kenaikan harga BBM ini jelas menyengsarakan dan membebani masyarakat. Sehingga, bupati dan DPRD harus menolak atas kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat.
Mereka juga membawa sejumlah poster yang salah satunya bertuliskan Bapakku Kan Capek, Istirahat Jangan Bikin Melarat dan membawa sejumlah poster lainnya.
(Asm/red)