SUMENEP, (TransMadura.com) – Persoalan tambang Fospfat di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terus menuai pro kontra dari berbagai pihak. Pasalnya, terkait penolakan tambang Fosfat yang gencar saat ini dilakukan, pemerintah harus mempunyai kajian khusus dampak lingkungan dan ekonomi.
Sebab, selama ini munculnya penolakan berawal dari tambang tambang liar yang tidak mempunyai ijin, yang hanya hasilnya dinikmati orang luar Sumenep.
“Pemerintah harus punya kajian khusus, agar masyarakat tau masalah tambang Fosfat plus minusnya,” kata, Pemerhati tambang Fosfat, Rusdi, kepada media ini.
Namun, kata Rusdi, seperti tambang yang di Desa Tanah Merah Kecamatan Saronggi, yang sudah berjalan lama beroperasi, mengaku selama ini masih belum terasa dampak lingkungannya seperti apa.
“Kalau di Desa Tanah Merah, saat ini belum terasa dampak lingkungannya, karena saya punya lahan di dekat tambang Fosfat itu,” ungkapnya.
Sebab, dirinya juga mengaku, sistem tambangnya dengan cara dikeruk kedalam mengambil dirongga goa. “Kami kira belum terasa dampaknya,” jelasnya.
Ditanya kerusakan jangka panjangnya, pihaknya menyatakan, butuh analisis, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga harus turun kajian terkait amdalnya.
“Makanya, ini butuh kajian serius dari pemkab setempat walaupun ini rana ijinnya provinsi minimal bisa mempunyai dampak positif kepada masyarakat, agar tidak hanya bisa dinikmati oleh orang luar saja,” harapnya.
Sehingga, dirinya berharap, dengan penolakan selama ini, tidak jelas kajiannya apa yang menjadi penolakan dampak kerugian lingkungan dan ekonomi.
“Selama ini penolakan, tidak terarah kemana arah penolakan dari beberapa kalangan, ulama, barisan mahasiswa dan yang lain itu, namun penolakan itu harus jelas dampak dampak lingkungannya seperti apa menurut amdalnya,” ujarnya.
Sehingga, pemerintah juga harus mempunyai kajian, dan hasil kajian amdalnya seperti apa agar investor masuk bisa diterima tidak mudah ditolak oleh masyarakat.
“Ini butuh sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat dimana letak negatifnya dan positif. kalau saya amati selama ini hanya menolak tambang Fosfat dan tolak tambang tidak berijin, harus sesuai kajian koofrensif,” tuturnya.
Sehingga, pemerintah harus bisa menjelaskan penolakan masyarakat karena apa dan harus rinci karena ada tim amdal yang bisa mengkaji berkenaan dengan lingkungan itu.
“fosfat dibutuhkan juga oleh negara dan juga para petani untuk dijadikan pupuk. ini perlu diflorkan sesuaikan dengan kajian yang serius. supaya masyarakat lebih faham dengan isu yang mengubah paradikma masyarakat. padahal belum tentu benar,” ucapnya dengan pesimis.
Sebelumnya, rencana penambangan Fosfat di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur terus menuai protes. Kali ini, Aliansi Mahasiswa menggelar aksi ke kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat, Selasa (8/3/2021).
Mereka menggelar orasi di depan kantor BAPPEDA, Mahasiswa menolak penambangan fosfat dinilai merugikan warga, baik pada petani maupun nelayan. Sebab, dengan adanya penambangan diproyeksi akan merusak lahan milik warga Kabupaten ujung Timur Pulau Madura ini.
Sebab, wilayah tersebut berpotensi terjadi banjir, longsor dan lainnya. Dengan begitu, mahasiswa secara tegas menolak penambangan Fosfat tersebut.
Selain itu, mereka juga mempertanyakaan keberadaan rancangan peraturan daerah (raperda) perubahan RT RW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Sebab, keberadaan raperda tersebut masih terbilang “amburadul”. Sehingga, diperlukan adanya perubahan dan kajian secara mendalam atas raperda dimaksud.
Sebab, raperda tentang penambangan fosfat juga dinilai masih amburadul. Di mana antara pasal tidak sinkron. Salah satunya, pada pasal 40, point 2 berkaitan dengan kawasan penambangan, bertentangan dengan pasal 32, kawasan rawan bencama alam, dan pasal 33 tentang kawasan lindung geologi.
Selain itu, dalam raperda itu dijelaskan jika ada 8 zona penambangan fosfat. Namun, malah rencana ditambah menjadi 17 titik penambangan fosfat.
(Asm/Red)